Memiliki rumah sendiri sering dianggap sebagai pencapaian besar dalam hidup. Tapi bagaimana jika penghasilan kita tidak cukup untuk membeli rumah dalam waktu cepat?
Tahun 2024 menunjukkan bahwa kesenjangan antara harga rumah dan pendapatan semakin melebar di banyak negara, menjadikan kepemilikan rumah sebagai impian yang kian sulit dicapai.
Data ini menunjukkan berapa lama rata-rata waktu yang dibutuhkan seseorang untuk membeli rumah berdasarkan pendapatan tahunan. Hasilnya cukup mengejutkan – beberapa negara bahkan membutuhkan lebih dari 100 tahun!
Artikel ini membahas 10 negara teratas di mana membeli rumah paling sulit berdasarkan rasio harga rumah terhadap pendapatan. Selain itu, kita juga akan melihat posisi Indonesia dalam daftar ini sebagai data khusus.
Mari kita lihat negara mana yang paling sulit untuk memiliki rumah pada tahun 2024.
Di Indonesia, dibutuhkan rata-rata 18.9 tahun pendapatan untuk membeli rumah, menjadikannya tantangan besar terutama bagi generasi muda. Harga rumah di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung mengalami kenaikan yang signifikan dalam dekade terakhir, sementara kenaikan gaji berjalan lebih lambat.
Selain itu, tingginya permintaan terhadap rumah tapak dibandingkan dengan pasokan yang terbatas membuat harga semakin tidak terjangkau. Banyak anak muda yang akhirnya memilih tinggal bersama orang tua atau menyewa dalam jangka panjang.
Thailand melengkapi daftar 10 besar dengan waktu 26.5 tahun pendapatan untuk membeli rumah. Harga rumah di Bangkok dan kota wisata lainnya meningkat karena permintaan dari investor asing dan sektor pariwisata.
Sementara itu, pendapatan masyarakat lokal tidak cukup cepat naik untuk mengimbangi kenaikan harga tersebut. Pemerintah telah meluncurkan beberapa program perumahan terjangkau, tetapi dampaknya masih terbatas.
Filipina berada di peringkat kesembilan dengan 27 tahun penghasilan yang dibutuhkan untuk membeli rumah. Urbanisasi cepat dan tingginya permintaan properti di kota besar seperti Manila telah mendorong harga rumah naik drastis.
Sementara itu, kenaikan upah tidak sebanding dengan kenaikan harga rumah. Banyak warga Filipina yang akhirnya beralih ke perumahan informal atau memilih bekerja di luar negeri untuk menabung.
Lebanon menghadapi krisis keuangan dan politik berkepanjangan, menjadikannya negara kedelapan dalam daftar ini dengan 27.4 tahun pendapatan untuk membeli rumah. Nilai mata uang Lebanon telah jatuh drastis, mengikis daya beli warga secara signifikan.
Dengan harga properti yang tetap tinggi dan sistem keuangan yang kolaps, warga Lebanon semakin sulit untuk mengakses kredit perumahan. Banyak dari mereka kini bergantung pada bantuan dari diaspora di luar negeri.
Tiongkok menempati peringkat ketujuh dengan waktu 29.6 tahun pendapatan untuk membeli rumah. Harga rumah di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai sangat tinggi akibat spekulasi properti dan investasi besar-besaran.
Meskipun ada skema bantuan pemerintah, masih banyak keluarga muda yang menunda membeli rumah atau harus dibantu secara finansial oleh orang tua. Tantangan terbesar ada di kota besar, sedangkan daerah pedesaan lebih terjangkau.
Hong Kong, meski tergolong kota global dan pusat finansial, tetap menghadapi masalah serius dalam perumahan. Dibutuhkan 32.1 tahun pendapatan untuk membeli rumah di kota ini karena harga properti yang sangat mahal dan ruang yang terbatas.
Kebijakan kepemilikan tanah yang kompleks dan dominasi investor dalam pasar properti membuat warga lokal semakin sulit membeli rumah. Banyak warga Hong Kong tinggal di apartemen mikro atau bahkan rumah kontainer.
Di Nepal, dibutuhkan sekitar 35.2 tahun pendapatan untuk membeli rumah, menempatkannya di posisi kelima. Perekonomian yang masih berkembang dan ketimpangan pendapatan tinggi menjadi hambatan utama dalam kepemilikan rumah.
Selain itu, biaya bahan bangunan yang mahal karena ketergantungan pada impor juga berkontribusi terhadap harga rumah yang tinggi. Banyak keluarga akhirnya tinggal dalam rumah bersama atau memilih migrasi ke luar negeri untuk menabung.
Sri Lanka menempati peringkat keempat dengan rata-rata 36 tahun penghasilan untuk membeli rumah. Krisis ekonomi yang melanda negara ini sejak beberapa tahun terakhir menyebabkan inflasi tinggi dan penurunan daya beli masyarakat.
Harga properti terutama di kota besar seperti Colombo tetap tinggi karena keterbatasan lahan dan meningkatnya permintaan dari investor luar negeri. Banyak penduduk lokal yang akhirnya tidak mampu membeli rumah dan hanya menyewa.
Kamerun berada di peringkat ketiga, membutuhkan rata-rata 42.9 tahun pendapatan untuk membeli rumah. Kondisi ini diperparah oleh pendapatan per kapita yang rendah dan sistem perbankan yang belum berkembang dalam memberikan akses kredit perumahan.
Selain itu, regulasi pemerintah yang lemah dan kurangnya transparansi di sektor properti menyebabkan harga rumah tetap tinggi, tanpa adanya skema bantuan pembelian rumah yang efektif.
Ethiopia menempati posisi kedua, dengan waktu 43.1 tahun untuk membeli rumah berdasarkan penghasilan tahunan. Meskipun pembangunan ekonomi cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir, sektor perumahan tetap tidak terjangkau bagi sebagian besar penduduk.
Faktor lainnya adalah pertumbuhan populasi yang cepat serta urbanisasi tinggi, yang membuat permintaan rumah melonjak dan harga terus meningkat. Perumahan informal pun menjadi solusi utama bagi banyak warga.
Suriah menduduki posisi pertama dengan waktu yang dibutuhkan mencapai 101.9 tahun penghasilan rata-rata untuk membeli rumah. Hal ini terutama disebabkan oleh konflik berkepanjangan yang telah menghancurkan perekonomian, infrastruktur, dan pasar properti lokal.
Dengan nilai mata uang yang anjlok dan pendapatan warga yang sangat rendah, harga properti menjadi tidak realistis untuk masyarakat umum. Akibatnya, banyak keluarga yang terpaksa tinggal dalam kondisi yang sangat tidak layak.